A.
Definisi
Sindrom imunidefisiensi yang di dapat (AIDS = Acquired
immunideficiency syndrome) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
retrovirus yang dikenal dengan nama human T-cell lymphotropic virus (HIV).
Virus tersebut bisa ditularkan melaui hubungan seksual, jarum suntik yang tercemar,
transfusi darah atau bahan-bahan dari darah , atau secara perinatal dari ibu
kepada bayinya.
Virus penyebab AIDS secara Virologik termasuk golongan
Retrovirus, yang anggotanya dapat ditemukan pada semua kelas vertebrata
termasuk manusia. Virus ini mengadakan reproduksi tanpa mematikan sel
hospesnya. Beberapa jenis retrovirus mempunyai kemampuan sitosidal. Retrovirus
juga dikenal karena kemampuanya untuk menginduksi terjadinya tumor.
Seseorang menderita AIDS, dalam tubuhnya terlebih dahulu
terjadi kerusakan system kekebalan tubuh ini, penderita akan menjadi peka
terhadap infeksi kuman yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak berbahaya.
Infeksi kuman ini disebut sebagai infeksi oportunistik.
Kebanyakan pada kasus yang terjadi pada ibu
hamil tidak bergejala dan masa laten berakhir rata-rata selama hampir 10 tahun.
Setelah bergejala, harapan hidup tinggal 5 tahun atau kurang. Setiap tahun
lahir sekurangnya 7000 bayi dari yang terinfeksi oleh HIV.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)

Gambar
Virus HIV
B.
Epidemiologi AIDS dan
HIV
Sepuluh tahun setelah kasus
pertama dikenal dan 7 tahun setelah penyebabnya diidentifikasi, AIDS tetap
merupakan masalah kesehatan utama yang perlu mendapat perhatian diseluruh
dunia.
Menurut CCD penyebab
terjadinya infeksi HIV pada wanita, secara berurutan dari yang terbesar adalah
pemakai obat injeksi terlarang 51%, wanita heteroseksual 34%, transfusi darah
8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%. Sekitar 85% dari wanita yang menderita
AIDS tersebut berada dalam masa usia subur antara 15-44 tahun.
Gejala ginekologi sering kali
menjadi tanda pertama dari infeksi HIV , tetapi gejala ini belium termasuk
dalam kriteria CCD tentang infeksi AIDS sehingga para dokter tidak
mencurugainya sebaga infeksi HIV.
Banyak wanita yang mengetahui
status mereka melalui pemeriksaan prenatal, dalam keadaan ini adalah baik untuk
memberikan nasehat tentang kehamilannya, baik itu berupa pemberhentian maupun
kelanjutan kehamilan.
(D.Muma
Richard.dkk.1997.FFIV Manual Untuk tenaga Kesehatan.Jakarta:ECG)
Tahap
perkembangan Virus HIV AIDS
·
Stadium
pertama: HIV
- Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikut terjadinya perubahan serologik ketika nati-bodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif. Rentangwaktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes anti-bodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 1 sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bila tes bodi antibodi menjadi positif berarti di dalam tubuh terdapat cukup zat anti yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti di dalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya menunjukan bahwa di dalam tubuh tersebut terdapat HIV.
- Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala)
- Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
- Stadium ketiga: Pembesaran Kelenjar Limfe
- Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
- Stadium keempat: AIDS
- Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, danpenyakit infeksi sekunder.
Oxorn,Harry.1996. Ilmu
Kebidanan Fisiologi & Patologi Persalinan. Jakarta : Essentia Medica


C.Faktor
Resiko Penularan
1. Dalam Kehamilan
Selama kehamilan, banyak perubahan ”peraturan”
dalam pengobatan penyakit HIV. Dalam populasi yang tidak diobati risiko absolut
standar penularan ibu kepada anak (mother-to-child transmission, MTCT)
tanpa menyusui sebanyak 25 persen. Sekitar 5 sampai 10 persen adalah
antepartum, dan sampai 20 persen intrapartum. Menyusui menambah risiko absolut
penularan 5 sampai 15 persen.
Penatalaksanaan biasanya seperti tertulis disini
untuk menunda awitan terapi antiretrovirus pada orang dewasa sampai hitung CD4
menurun sampai 350 sel/mm3 ataukurang, terapi untuk pencegahan MTCT
ditujukan untuk mempertahankan muatan virus yang tidak terdeteksi tanpa
memperhatikan hitung CD4. Rasionalnya adalah tingkat virus secara langsung
berkaitand engan infeksi. Walaupun sebagian besar infeksi perinatal (66 sampai
75 persen) terjadi disekitar waktu melahirkan, porsi tetap telah terjadi saat
antenatal. Banyak faktor yang mempengaruhi risiko penularan selama kehamilan
danmelahirkan. Muatan virus yang meningkat, perkembangan klinis penyakit,
koninfeksi dengan PMS, hepatitis C dan penyakit lain, penyalahgunaan zat,
merokok, banyak pasangan seksual dan hubungan seksual tanpa pelindung,
kelahiran prematur, korioamnionitis, dan pemantauan atau uji janin invasif,
dalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko MTCT. Muatan virus juga
bervariasi diantara kompartemen tubuh, sehingga tingkat darah HIV mungkin tidak
secara langsung berkorelasi dengan sekresi serviks, walaupun keduanya muncul dengan
perilaku sama.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
2. Dalam Perinatal
Risiko penularan vertikal disertai oleh penyakit tingkat
lanjut, hitung limfosit CD4 (T4) rendah, dan beban virus meningkat. Risiko
penularan 8-30%. Penularan virus dapat diisolir dari air susu wanita yang
terinfeksi, dan menyusui bisa dipersalahkan sebagai cara penularan. Terjadi
peningkatan dari keguguran spontan, berat badan lahir rendah, ketuban pecah
didni, dan pertus prematurus. Sindrom dismofik pada infeksi HIV inrauterin
telah didapatkan pada bayi=bayi dan anak-anak dengan uji coba serologi posoif.
Telah pula dilihar kelainan-kelainan kranifosial, retradasi pertumbuhan, dan
mikrosefali.
P-4 telah membuat rekomendasi yang ditunjukan untuk
menurunkan risiko penularan perintal. Semua wanita harus dikonsultalsikan
sehubungan dengan uji-coba antibodi bilamana mereka hamil (atau bisa jadi
hamil). Kelompok wanita berikut adalah golongan risikko tinggi terinfeksi :
penyalahgunaan obat melalui suntikan intravena,mereka yang lahir di
negara-negara tempat penularan hetroseksual memegang peranan besar; wanita
tunasusila; mereka yang menjadi teman kencan dari penyalahgunaan obat melalui
suntikan, pria biseksual, pria hemofila, pria yang lahir di negara-negara yang
penularannya heteroseksual diperkirakan memegang peran besar, atau pria yang
jelas terinfeksi dengan HIV
(Wlliam
F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG).
D. Pencegahan
Sampai saat ini helum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan AIDS,
belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya AIDS, dan belum ada metode yang
terbukti dapat menghilangkan infeksi pada karier HIV. Karena alasan ini, segala
usaha harus dilakukan untuk mencegah transmisi HIV.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
·
Cara Transmisi
Cara transmisi HIV yang paling sering adalah melalui
hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi dan kontak dengan darah yang
telah terkontaininasi, terutama melalui penggunaan jarum suntik secara
bersama-sama di antara pengguna obat-obat bius melalui intravena. Belum ada
bukti yang menyatakan bahwa kontak yang tidak disengaja inisalnya melalui
makanan, gelas dan piring, kamar mandi atau bersin dapat menyebabkan infeksi
AIDS. Walaupun HIV telah dapat diisolasi dan cairan dan jaringan tubuh seperti
darah, semen, saliva, air mata, ASI, urine, kelenjar limfe, jaringan otak,
cairan serebrospinalis, dan sumsum tulang, tetapi hanya darah dan semen yang
merupakan cairan tubuh yang menjadi tempat herkumpulnya virus ini dengan
konsentrasi sedang sampai tinggi dan tampaknya merupakan cairan tubuh yang
diketahui secara epideiniologi berkaitan dengan transmisi infeksi HIV.
Karena segala sesuatunya yang berhubungan dengan infeksi
HIV masih belum jelas, maka perlu kiranya untuk selalu berhati-hati terhadap,
semua cairan, jaringan, sekresi, dan ekskresi yang berasal dan pasien sebagai
sesuatu yang bersifat infeksius,
terutama jika mengandung darah. Penggunaan alat-alat secara parenteral dan
membran mukosa yang telah bersentuhan dengan zat-zat di atas harus dihindari.
Petunjuk pengguraan darah dan cairan tubuh yang baru menyebutkan bahwa semua
cairan tubuh yang berasal dari pasien yang menderita penyakit apapun harus
diperlakukan sebagai zat yang dapat menyebabkan infeksi.
·
Menurunkan Resiko Penularan
HIV
Petunjuk untuk rnengurangi risiko terpapar oleh darah
dan cairan tubuh telah disusin oleh the Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) dan the Occupational Safety and Health Ad- ininistration
(OSHA). Petunjuk ini sangat berguna untuk menu- run kan transmisi HIV dan VHI3
pada individu dan tenaga kesehatan.
·
Penurunan Resiko pada
Individu
Banyak metode telah dianjurkan dilakukan untuk
menurunkan terjadinya risiko transmisi HIV. Secara keseluruhan, pendidikan
kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang bcnar mengenai patofisiologi HIV dan
transmisinya sangat penting diketahui oleh tiap orang terutama mengenai fakta
penyakit dan prilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya. Individu yang
melakukan paling sedikit salah satu dan perilaku di bawah ini mempunyai risiko
untuk mentransmisikan HIV: hubungan seks melalui anus, hubungan seks dengan
pasangan yang berganti-ganti, pengguna obat-ohat bius terlarang dengan
menggunakan suntikan, pengobatan medis dengan menggunakan darah dan produknya,
atau berhuhungan seks dengan orang yang melakukan salah satu tindakan-tindakan
tcrsebut di atas. Bayi mempunyai risiko terinfeksi melalui transmisi dan ibu
yang terinfeksi HIV saat masih dikandungan, saat lahir maupun setelah kelahiran.
Mempunyai pasangan seksual yang lebih dan satu,
heteroseksual dan /atau homoseksual juga harus dipertimbangkan sebagai perilaku
yang berisiko.
Bagi pengguna obat-obat terlarang dengin memakai
suntikan, risiko yang timbul berasal dari kontak dengan darah karena penggunaan
jarum suntik secara bersamaan dan /atau penggunaan jarum suntik hipoderinik
secara berulang. Yang termasuk dengan pemakai obat-obat melalui suntikan adalah
setiap cara pemakaian obat yang masuk ke tubuh melalui pengerusakan kulit oleh
jarum suntik termasuk intravena, intraarterial intramuskular, dan subdermal.
Pasien yang menggunakan obat-obat melalui suntikan perlu mendapat pengetahuan
mengenai beberapa tindakan pencegahan. Pusat rehabilitasi obat dapat
dimanfaatkan oleh pasien yang termotivasi untuk menghentikan penggunaan
obat-obat tersebut. Bila pasien tidak dapat atau tidak ingin menghentikan
penggunaan obat-obat dengan suntikan, perlu beberapa tindakan pencegahan yang
dapat membantu menurunkan penyebaran HIV seperti tidak menggunakan alat suntik
secara bersamasama, membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau
mengganti jarum suntik. Mereka yang terlibat dalam prostitusi dan juga menggunakan
obat-obat dengan suntikan mempunyai risiko yang lebih tinggi daripada pengguna
obat-obat saja.
Ada kelompok masyarakat tertentu yang tidak terlibat
dengan kebiasaan yang berbahaya, tetapi tetap mempunyai risiko untuk
mendapatkan HIV karena pasangan seksual mereka mempunyai perilaku yang
berisiko. Pencegahan HIV pada kelompok ini adalah dangan memberikan pengetahuan
mengenai kemungkinan risiko yang timbul dan pasangan seksual mereka. Untuk
Semua orang yang mempunyai riwayat aktivitas homoseksual akhir-akhir ini atau
di masa lalu, mernpunyai pasangan seksual yang banyak, pengguna obat-obat
dengan suntikan, dan/atau mendapat pengohatan dengan darah atau produknya,
penggunaan tekrik seks yang aman dengan pasangan seksualnya dapat membantu
menccgah penyeharan HIV, Pantangan
terhadap aktivitas seksual merupakan satu-satunya metode yang paling aman untuk
mencegah transmisi HIV melalui hubungan seksual. Tetapi karena cara ini tidak
disukai, maka metode pencegahan yang disebut dengan istilah teknik seks yang
aman telah diperkenalkan. Walaupun penggunaan teknik seks yang aman tidak akan
mencegah transmisi HIV secara menyeluruh, tetapi cara ini dapat digunakan
sebagai perlindungan. Yang dimaksudkan dengan teknik seks yang aman antara lain
adalah dengan menghindari aktivitas seksual yang berisiko termasuk hubungan
intim melalui anal atau vagina, penggunaan kondom yang terbuatdari lateks
selama melakukan aktivitas seksual yang berisiko, penggunaan sperimisida
nonoksinol-9, dan pemijatan serta
sentuhan.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan dengan
transfusi darah atau produknya mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
terinfeksi HIV. Sampai dengan akhir tahun 1985, kebutuhan darah yang diperoleh
melalui donor pada umumnya tidak di tes secara adekuat tintuk mengetahui adanya
antibodi HIV. Sebagai tambahan, pemberian faktor pembeku darah pada penderita
hemofilia juga tidak diperiksa untuk mengetahui adanya HIV. Sebagai akibatnya,
setiap pasien yang membutuhkan transfusi darah atau mendapat faktor pembeku
darah, karena kurang hati-hati terinfeksi oleh HIV. Semenjak dilakukan
pemeriksaan antibodi HIV pada pendonor darah yang ingin menyumbangkan darahnya
dan dilakukan pemeriksaan pada darah simpanan yang akan digunakan, risiko
terjadinya transmisi HIV menurun banyak dengan angka kejadian antara 1/40.000 –
1/150.000 unit infus pada tahun 19891. Pasien yang menerima transfusi darah di
tahun 1985, sedang menunggu keadaan status HIV nya, sebaiknya tidak melakukan
kontak seksual atau menggunakan teknik seks yang aman. Karena masih adanya sisa
risiko transmisi HIV melalui transfusi darah, pasien yang baru- baru ini
menerima transfusi darah juga perlu melakukan tindakan di atas. Untuk pasien
yang membutuhkan transfusi darah atau faktor pembeku darah di masa yang akan
datang, metode pencegahan yang dilakukan mencakup beberapa pilihan termasuk di
dalamnya menyimpan darah sendiri sebelum operasi, hemodilusi, penyelamatan
darah pada periode perioperatif, dan penggunaan
ekombinan faktor pembeku darah, rokombinan faktor periumbuhan
hematopoietik, dan pengganti sel darah merah.
Transmisi HIV ke fetus dan bayi baru lahir mungkin saja
terjadi. Bagi wanita yang diketahui menderita positif HIV, metode pencegahan
yang perlu dilakukan ermasuk penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan
dan tidak memberikan ASI pada bayinya. Wanita usia subur yang menunjukkan
aktivitas seksual yang aktif harus memahami benar risiko terjadinya transmisi
HIV pada anaknya di masa yang akan datang dan Sebaiknya menggunakan teknik seks
yang ainan untuk menjaga agar tidak terinfeksi. Penjelasau yang lebih rinci
mengenai transmisi HIV dan ibu kepada anaknya dapat dibeca pada bab-13.
Pengurangan Risiko Terhadap Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang dikeluarkan oleh OSHA2
menginformasikan tindakan pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan
pribadi dapat menurunkari risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang
mungkin infeksius. Mat yang dianjurkan untuk digunakan antara lain sarung
tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pclindung muka atau masker, dan
pelindung mata. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan kebutuhan
aktivitas pekerjaai yang dilakukan oeh teraga kesehatan. Jika tenaga kesehatan
mcmpunyai tugas yang menyebahkan terjadinya kontak dengan darah dan bahan-bahan
infeksius lainnya, maka penggunaan baju elindung sangat diprlukan. Untuk
melaksanakan tugas-tugasnya, penggunaan sarung tangan sekali pakai adalah ti
ndakan yang tepat. Sarung tangan yang terbuat dan lateks ini langsung dibuang
setelah sekali digunakan. Jika tenaga kesehatan tersebut alergi tehadap bahan
lateks, dapatjuga digunakan sarung tangan hipoalergi. Sarung tangan perlu
dipakai pada hampir semua situasi yang membutuhkar. tindakan flebotoini.
Satt’-satunya pengecualian adalah di pusat donor darah.
kebutuhan darurat untuk di!akukannya resusitasi, maka alat bantu
mulut, kantung resusitasi, atau alat-alat bantu resusitasi lainnya harus
tersedia. Dalam keadaan dimana kulit atau membran mukosa bersenfthan dengan
cairan tubuh yang secara potensial dapat menimbulkan infeksi, bagian tuhuh yang
beusentuhan tadi dibilas dengan sabun dan air. Jika terjadi kontak dengan
niata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat dianjurkan. Jika tenaga
kesehatan terpapar secara parentera, tertusukjarum suntik, tergores pisau
bedah, atau paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan pemeriksaan
terhaap HIV dan hepatitis.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
DAFTAR PUSTAKA
(Wlliam
F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(D.Muma Richard.dkk.1997.FFIV
Manual Untuk tenaga Kesehatan.Jakarta:ECG)
TUGAS GYNEKOLOGI
“ HIV & AIDS“
Disusun Oleh : Kelompok 14
1. Ratu Maya Arsila 11242020
2. Recy Novalia Sari 11242021
Kelas : Tingkat II Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG
KARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2012
INFEKSI HIV
(HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS)
A.
Definisi
Sindrom imunidefisiensi yang di dapat (AIDS = Acquired
immunideficiency syndrome) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
retrovirus yang dikenal dengan nama human T-cell lymphotropic virus (HIV).
Virus tersebut bisa ditularkan melaui hubungan seksual, jarum suntik yang tercemar,
transfusi darah atau bahan-bahan dari darah , atau secara perinatal dari ibu
kepada bayinya.
Virus penyebab AIDS secara Virologik termasuk golongan
Retrovirus, yang anggotanya dapat ditemukan pada semua kelas vertebrata
termasuk manusia. Virus ini mengadakan reproduksi tanpa mematikan sel
hospesnya. Beberapa jenis retrovirus mempunyai kemampuan sitosidal. Retrovirus
juga dikenal karena kemampuanya untuk menginduksi terjadinya tumor.
Seseorang menderita AIDS, dalam tubuhnya terlebih dahulu
terjadi kerusakan system kekebalan tubuh ini, penderita akan menjadi peka
terhadap infeksi kuman yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak berbahaya.
Infeksi kuman ini disebut sebagai infeksi oportunistik.
Kebanyakan pada kasus yang terjadi pada ibu
hamil tidak bergejala dan masa laten berakhir rata-rata selama hampir 10 tahun.
Setelah bergejala, harapan hidup tinggal 5 tahun atau kurang. Setiap tahun
lahir sekurangnya 7000 bayi dari yang terinfeksi oleh HIV.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)

Gambar
Virus HIV
B.
Epidemiologi AIDS dan
HIV
Sepuluh tahun setelah kasus
pertama dikenal dan 7 tahun setelah penyebabnya diidentifikasi, AIDS tetap
merupakan masalah kesehatan utama yang perlu mendapat perhatian diseluruh
dunia.
Menurut CCD penyebab
terjadinya infeksi HIV pada wanita, secara berurutan dari yang terbesar adalah
pemakai obat injeksi terlarang 51%, wanita heteroseksual 34%, transfusi darah
8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%. Sekitar 85% dari wanita yang menderita
AIDS tersebut berada dalam masa usia subur antara 15-44 tahun.
Gejala ginekologi sering kali
menjadi tanda pertama dari infeksi HIV , tetapi gejala ini belium termasuk
dalam kriteria CCD tentang infeksi AIDS sehingga para dokter tidak
mencurugainya sebaga infeksi HIV.
Banyak wanita yang mengetahui
status mereka melalui pemeriksaan prenatal, dalam keadaan ini adalah baik untuk
memberikan nasehat tentang kehamilannya, baik itu berupa pemberhentian maupun
kelanjutan kehamilan.
(D.Muma
Richard.dkk.1997.FFIV Manual Untuk tenaga Kesehatan.Jakarta:ECG)
Tahap
perkembangan Virus HIV AIDS
·
Stadium
pertama: HIV
- Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikut terjadinya perubahan serologik ketika nati-bodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah menjadi positif. Rentangwaktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes anti-bodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 1 sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus, bila tes bodi antibodi menjadi positif berarti di dalam tubuh terdapat cukup zat anti yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti di dalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya menunjukan bahwa di dalam tubuh tersebut terdapat HIV.
- Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala)
- Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh ODHA yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
- Stadium ketiga: Pembesaran Kelenjar Limfe
- Fase ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
- Stadium keempat: AIDS
- Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, danpenyakit infeksi sekunder.
Oxorn,Harry.1996. Ilmu
Kebidanan Fisiologi & Patologi Persalinan. Jakarta : Essentia Medica


C.Faktor
Resiko Penularan
1. Dalam Kehamilan
Selama kehamilan, banyak perubahan ”peraturan”
dalam pengobatan penyakit HIV. Dalam populasi yang tidak diobati risiko absolut
standar penularan ibu kepada anak (mother-to-child transmission, MTCT)
tanpa menyusui sebanyak 25 persen. Sekitar 5 sampai 10 persen adalah
antepartum, dan sampai 20 persen intrapartum. Menyusui menambah risiko absolut
penularan 5 sampai 15 persen.
Penatalaksanaan biasanya seperti tertulis disini
untuk menunda awitan terapi antiretrovirus pada orang dewasa sampai hitung CD4
menurun sampai 350 sel/mm3 ataukurang, terapi untuk pencegahan MTCT
ditujukan untuk mempertahankan muatan virus yang tidak terdeteksi tanpa
memperhatikan hitung CD4. Rasionalnya adalah tingkat virus secara langsung
berkaitand engan infeksi. Walaupun sebagian besar infeksi perinatal (66 sampai
75 persen) terjadi disekitar waktu melahirkan, porsi tetap telah terjadi saat
antenatal. Banyak faktor yang mempengaruhi risiko penularan selama kehamilan
danmelahirkan. Muatan virus yang meningkat, perkembangan klinis penyakit,
koninfeksi dengan PMS, hepatitis C dan penyakit lain, penyalahgunaan zat,
merokok, banyak pasangan seksual dan hubungan seksual tanpa pelindung,
kelahiran prematur, korioamnionitis, dan pemantauan atau uji janin invasif,
dalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko MTCT. Muatan virus juga
bervariasi diantara kompartemen tubuh, sehingga tingkat darah HIV mungkin tidak
secara langsung berkorelasi dengan sekresi serviks, walaupun keduanya muncul dengan
perilaku sama.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
2. Dalam Perinatal
Risiko penularan vertikal disertai oleh penyakit tingkat
lanjut, hitung limfosit CD4 (T4) rendah, dan beban virus meningkat. Risiko
penularan 8-30%. Penularan virus dapat diisolir dari air susu wanita yang
terinfeksi, dan menyusui bisa dipersalahkan sebagai cara penularan. Terjadi
peningkatan dari keguguran spontan, berat badan lahir rendah, ketuban pecah
didni, dan pertus prematurus. Sindrom dismofik pada infeksi HIV inrauterin
telah didapatkan pada bayi=bayi dan anak-anak dengan uji coba serologi posoif.
Telah pula dilihar kelainan-kelainan kranifosial, retradasi pertumbuhan, dan
mikrosefali.
P-4 telah membuat rekomendasi yang ditunjukan untuk
menurunkan risiko penularan perintal. Semua wanita harus dikonsultalsikan
sehubungan dengan uji-coba antibodi bilamana mereka hamil (atau bisa jadi
hamil). Kelompok wanita berikut adalah golongan risikko tinggi terinfeksi :
penyalahgunaan obat melalui suntikan intravena,mereka yang lahir di
negara-negara tempat penularan hetroseksual memegang peranan besar; wanita
tunasusila; mereka yang menjadi teman kencan dari penyalahgunaan obat melalui
suntikan, pria biseksual, pria hemofila, pria yang lahir di negara-negara yang
penularannya heteroseksual diperkirakan memegang peran besar, atau pria yang
jelas terinfeksi dengan HIV
(Wlliam
F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG).
D. Pencegahan
Sampai saat ini helum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan AIDS,
belum ada vaksin yang dapat mencegah terjadinya AIDS, dan belum ada metode yang
terbukti dapat menghilangkan infeksi pada karier HIV. Karena alasan ini, segala
usaha harus dilakukan untuk mencegah transmisi HIV.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
·
Cara Transmisi
Cara transmisi HIV yang paling sering adalah melalui
hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi dan kontak dengan darah yang
telah terkontaininasi, terutama melalui penggunaan jarum suntik secara
bersama-sama di antara pengguna obat-obat bius melalui intravena. Belum ada
bukti yang menyatakan bahwa kontak yang tidak disengaja inisalnya melalui
makanan, gelas dan piring, kamar mandi atau bersin dapat menyebabkan infeksi
AIDS. Walaupun HIV telah dapat diisolasi dan cairan dan jaringan tubuh seperti
darah, semen, saliva, air mata, ASI, urine, kelenjar limfe, jaringan otak,
cairan serebrospinalis, dan sumsum tulang, tetapi hanya darah dan semen yang
merupakan cairan tubuh yang menjadi tempat herkumpulnya virus ini dengan
konsentrasi sedang sampai tinggi dan tampaknya merupakan cairan tubuh yang
diketahui secara epideiniologi berkaitan dengan transmisi infeksi HIV.
Karena segala sesuatunya yang berhubungan dengan infeksi
HIV masih belum jelas, maka perlu kiranya untuk selalu berhati-hati terhadap,
semua cairan, jaringan, sekresi, dan ekskresi yang berasal dan pasien sebagai
sesuatu yang bersifat infeksius,
terutama jika mengandung darah. Penggunaan alat-alat secara parenteral dan
membran mukosa yang telah bersentuhan dengan zat-zat di atas harus dihindari.
Petunjuk pengguraan darah dan cairan tubuh yang baru menyebutkan bahwa semua
cairan tubuh yang berasal dari pasien yang menderita penyakit apapun harus
diperlakukan sebagai zat yang dapat menyebabkan infeksi.
·
Menurunkan Resiko Penularan
HIV
Petunjuk untuk rnengurangi risiko terpapar oleh darah
dan cairan tubuh telah disusin oleh the Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) dan the Occupational Safety and Health Ad- ininistration
(OSHA). Petunjuk ini sangat berguna untuk menu- run kan transmisi HIV dan VHI3
pada individu dan tenaga kesehatan.
·
Penurunan Resiko pada
Individu
Banyak metode telah dianjurkan dilakukan untuk
menurunkan terjadinya risiko transmisi HIV. Secara keseluruhan, pendidikan
kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang bcnar mengenai patofisiologi HIV dan
transmisinya sangat penting diketahui oleh tiap orang terutama mengenai fakta
penyakit dan prilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya. Individu yang
melakukan paling sedikit salah satu dan perilaku di bawah ini mempunyai risiko
untuk mentransmisikan HIV: hubungan seks melalui anus, hubungan seks dengan
pasangan yang berganti-ganti, pengguna obat-ohat bius terlarang dengan
menggunakan suntikan, pengobatan medis dengan menggunakan darah dan produknya,
atau berhuhungan seks dengan orang yang melakukan salah satu tindakan-tindakan
tcrsebut di atas. Bayi mempunyai risiko terinfeksi melalui transmisi dan ibu
yang terinfeksi HIV saat masih dikandungan, saat lahir maupun setelah kelahiran.
Mempunyai pasangan seksual yang lebih dan satu,
heteroseksual dan /atau homoseksual juga harus dipertimbangkan sebagai perilaku
yang berisiko.
Bagi pengguna obat-obat terlarang dengin memakai
suntikan, risiko yang timbul berasal dari kontak dengan darah karena penggunaan
jarum suntik secara bersamaan dan /atau penggunaan jarum suntik hipoderinik
secara berulang. Yang termasuk dengan pemakai obat-obat melalui suntikan adalah
setiap cara pemakaian obat yang masuk ke tubuh melalui pengerusakan kulit oleh
jarum suntik termasuk intravena, intraarterial intramuskular, dan subdermal.
Pasien yang menggunakan obat-obat melalui suntikan perlu mendapat pengetahuan
mengenai beberapa tindakan pencegahan. Pusat rehabilitasi obat dapat
dimanfaatkan oleh pasien yang termotivasi untuk menghentikan penggunaan
obat-obat tersebut. Bila pasien tidak dapat atau tidak ingin menghentikan
penggunaan obat-obat dengan suntikan, perlu beberapa tindakan pencegahan yang
dapat membantu menurunkan penyebaran HIV seperti tidak menggunakan alat suntik
secara bersamasama, membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau
mengganti jarum suntik. Mereka yang terlibat dalam prostitusi dan juga menggunakan
obat-obat dengan suntikan mempunyai risiko yang lebih tinggi daripada pengguna
obat-obat saja.
Ada kelompok masyarakat tertentu yang tidak terlibat
dengan kebiasaan yang berbahaya, tetapi tetap mempunyai risiko untuk
mendapatkan HIV karena pasangan seksual mereka mempunyai perilaku yang
berisiko. Pencegahan HIV pada kelompok ini adalah dangan memberikan pengetahuan
mengenai kemungkinan risiko yang timbul dan pasangan seksual mereka. Untuk
Semua orang yang mempunyai riwayat aktivitas homoseksual akhir-akhir ini atau
di masa lalu, mernpunyai pasangan seksual yang banyak, pengguna obat-obat
dengan suntikan, dan/atau mendapat pengohatan dengan darah atau produknya,
penggunaan tekrik seks yang aman dengan pasangan seksualnya dapat membantu
menccgah penyeharan HIV, Pantangan
terhadap aktivitas seksual merupakan satu-satunya metode yang paling aman untuk
mencegah transmisi HIV melalui hubungan seksual. Tetapi karena cara ini tidak
disukai, maka metode pencegahan yang disebut dengan istilah teknik seks yang
aman telah diperkenalkan. Walaupun penggunaan teknik seks yang aman tidak akan
mencegah transmisi HIV secara menyeluruh, tetapi cara ini dapat digunakan
sebagai perlindungan. Yang dimaksudkan dengan teknik seks yang aman antara lain
adalah dengan menghindari aktivitas seksual yang berisiko termasuk hubungan
intim melalui anal atau vagina, penggunaan kondom yang terbuatdari lateks
selama melakukan aktivitas seksual yang berisiko, penggunaan sperimisida
nonoksinol-9, dan pemijatan serta
sentuhan.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan dengan
transfusi darah atau produknya mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
terinfeksi HIV. Sampai dengan akhir tahun 1985, kebutuhan darah yang diperoleh
melalui donor pada umumnya tidak di tes secara adekuat tintuk mengetahui adanya
antibodi HIV. Sebagai tambahan, pemberian faktor pembeku darah pada penderita
hemofilia juga tidak diperiksa untuk mengetahui adanya HIV. Sebagai akibatnya,
setiap pasien yang membutuhkan transfusi darah atau mendapat faktor pembeku
darah, karena kurang hati-hati terinfeksi oleh HIV. Semenjak dilakukan
pemeriksaan antibodi HIV pada pendonor darah yang ingin menyumbangkan darahnya
dan dilakukan pemeriksaan pada darah simpanan yang akan digunakan, risiko
terjadinya transmisi HIV menurun banyak dengan angka kejadian antara 1/40.000 –
1/150.000 unit infus pada tahun 19891. Pasien yang menerima transfusi darah di
tahun 1985, sedang menunggu keadaan status HIV nya, sebaiknya tidak melakukan
kontak seksual atau menggunakan teknik seks yang aman. Karena masih adanya sisa
risiko transmisi HIV melalui transfusi darah, pasien yang baru- baru ini
menerima transfusi darah juga perlu melakukan tindakan di atas. Untuk pasien
yang membutuhkan transfusi darah atau faktor pembeku darah di masa yang akan
datang, metode pencegahan yang dilakukan mencakup beberapa pilihan termasuk di
dalamnya menyimpan darah sendiri sebelum operasi, hemodilusi, penyelamatan
darah pada periode perioperatif, dan penggunaan
ekombinan faktor pembeku darah, rokombinan faktor periumbuhan
hematopoietik, dan pengganti sel darah merah.
Transmisi HIV ke fetus dan bayi baru lahir mungkin saja
terjadi. Bagi wanita yang diketahui menderita positif HIV, metode pencegahan
yang perlu dilakukan ermasuk penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan
dan tidak memberikan ASI pada bayinya. Wanita usia subur yang menunjukkan
aktivitas seksual yang aktif harus memahami benar risiko terjadinya transmisi
HIV pada anaknya di masa yang akan datang dan Sebaiknya menggunakan teknik seks
yang ainan untuk menjaga agar tidak terinfeksi. Penjelasau yang lebih rinci
mengenai transmisi HIV dan ibu kepada anaknya dapat dibeca pada bab-13.
Pengurangan Risiko Terhadap Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang dikeluarkan oleh OSHA2
menginformasikan tindakan pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan
pribadi dapat menurunkari risiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang
mungkin infeksius. Mat yang dianjurkan untuk digunakan antara lain sarung
tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pclindung muka atau masker, dan
pelindung mata. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan kebutuhan
aktivitas pekerjaai yang dilakukan oeh teraga kesehatan. Jika tenaga kesehatan
mcmpunyai tugas yang menyebahkan terjadinya kontak dengan darah dan bahan-bahan
infeksius lainnya, maka penggunaan baju elindung sangat diprlukan. Untuk
melaksanakan tugas-tugasnya, penggunaan sarung tangan sekali pakai adalah ti
ndakan yang tepat. Sarung tangan yang terbuat dan lateks ini langsung dibuang
setelah sekali digunakan. Jika tenaga kesehatan tersebut alergi tehadap bahan
lateks, dapatjuga digunakan sarung tangan hipoalergi. Sarung tangan perlu
dipakai pada hampir semua situasi yang membutuhkar. tindakan flebotoini.
Satt’-satunya pengecualian adalah di pusat donor darah.
kebutuhan darurat untuk di!akukannya resusitasi, maka alat bantu
mulut, kantung resusitasi, atau alat-alat bantu resusitasi lainnya harus
tersedia. Dalam keadaan dimana kulit atau membran mukosa bersenfthan dengan
cairan tubuh yang secara potensial dapat menimbulkan infeksi, bagian tuhuh yang
beusentuhan tadi dibilas dengan sabun dan air. Jika terjadi kontak dengan
niata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat dianjurkan. Jika tenaga
kesehatan terpapar secara parentera, tertusukjarum suntik, tergores pisau
bedah, atau paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan pemeriksaan
terhaap HIV dan hepatitis.
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(Wlliam F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
DAFTAR PUSTAKA
(Wlliam
F.Rayburn.2001.Obstetri & Ginekologi.Jakarta:ECG)
(D.Muma Richard.dkk.1997.FFIV
Manual Untuk tenaga Kesehatan.Jakarta:ECG)
Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }
BalasHapus